Skip to main content

Mengunjungi Christchurch Pasca Gempa

Punting di sungai Avon, Christchurch
Christchurch, yang dijuluki 'kota paling Inggris', adalah kota terbesar di Pulau Selatan Selandia Baru. Pada bulan Februari 2011, Christchurch diguncang gempa dahsyat berkekuatan 6,3 skala Richter, yang meluluhlantakkan bangunan di pusat kota, termasuk gereja katedral. Christchurch adalah kota terakhir yang kami kunjungi dalam rangkaian Road Trip berkeliling South Island New Zealand, Desember tahun lalu (2011).

Perjalanan dari Lake Tekapo menuju Christchurch dapat ditempuh dalam waktu 3 jam mengendarai mobil. Jalan yang dilalui cukup mulus melewati Highway No.1. Tidak banyak pemandangan indah yang bisa kami lihat dalam road trip kali ini, kecuali beberapa peternakan dan farm stay di antara Burkes Pass dan Fairlie. Setelah perjalanan melalui Highway, pemandangan berganti menjadi lahan pertanian dan rumah-rumah penduduk. Kami yang sudah seminggu ini melalui jalan-jalan sepi di Pulau Selatan, lumayan takjub melihat mobil yang berlalu lalang cukup banyak, rasanya seperti kembali ke peradaban :) 

The Precils tidak terlalu rewel dalam perjalanan ini. Little A tertidur di mobil sehingga kami tidak perlu sebentar-sebentar berhenti. Kami hanya berhenti sekali di kota kecil Tinwald di tengah-tengah perjalanan Lake Tekapo - Christchurch. Di sini kami singgah di minimarket untuk membeli buah dan sayur, sekaligus membeli camilan makan siang. Yang menarik, minimarket di Tinwald ini menyediakan troli kecil khusus untuk anak-anak. Little A bukan main senangnya, dengan sukarela membantu membawa belanjaan kami di troli kecilnya.
Little A dengan troli mini di supermarket Tinwald
Kalau Little A senang, maka perjalanan selanjutnya akan berjalan mulus. Mendekati kota Christchurch yang lumayan ramai, saya sempat was-was salah jalan karena kami tidak menggunakan GPS. Hanya berbekal peta yang saya ambil dari Wanaka, saya mencoba mencari jalan menuju motel Tudor Court tempat kami menginap. Untungnya kami tidak nyasar dan selamat sampai di motel.

Kami sampai di Christchurch sekitar jam 3 sore. Setelah beristirahat sejenak di motel Tudor Court, kami segera memulai jalan-jalan di Christchurch. Tak lupa saya mengambil peta kota ini di resepsionis untuk bekal berputar-putar. Dengan semangat, kami langsung menuju pusat kota. Ternyata banyak sekali road block atau jalan yang ditutup, terutama di tengah kota. Si Ayah mencoba melipir ke jalan-jalan yang dipasangi pagar pembatas tersebut, berputar beberapa kali karena banyak jalan yang satu arah. Kami melewati bangunan gereja katedral yang hancur akibat gempa, dan juga bangunan-bangunan lain yang tinggal puing-puing. Saya tidak menduga akibat gempa Christchurch masih separah ini, mengingat gempa besarnya sudah terjadi 10 bulan yang lalu. Mungkin gempa-gempa susulannya yang membuat pembersihan atau rehabilitasi tertunda. 

Kabar baiknya, masih ada tempat wisata yang layak dikunjungi di Christchurch: Museum dan Botanical Garden (Kebun Raya). Takut museum keburu tutup, kami segera mencari tempat parkir (gratis) di pinggir jalan dan bergegas menuju gedung dengan arsitektur khas ini.

Canterbury Museum
Museum Canterbury terletak di samping Botanical Garden, di sebelah barat pusat kota. Pasca gempa, museum ini mulai buka lagi September 2011. Jam buka dari 9 pagi sampai jam 5 sore. Biaya masuk gratis, tapi mereka juga menerima donasi. Kami sampai di museum ini setengah jam sebelum tutup dan disambut dengan ramah oleh petugas. "Masih banyak yang bisa dilihat dalam setengah jam. Ayo, tidak perlu membuka peta, temukan saja kejutan di sana," kata petugas yang tetap bersemangat menjelang tutup.

Koleksi museum Canterbury ini cukup menarik, mulai dari diorama penduduk asli New Zealand, bangsa Maori, sejarah pendudukan orang Eropa, ekspedisi Antartika dan juga replika pusat kota Christchurch di abad ke-19, lengkap dengan toko-toko kuno dan suara-suara keramaian. Ketika kami ke sana, sedang ada pameran World of Wearable Art, gaun-gaun dari bahan yang unik. Kami mengira Little A yang hobi memerhatikan fesyen akan senang dengan pameran ini, tapi dia malah takut karena suasana di museum ini hanya remang-remang, tanpa penerangan yang cukup.

Dalam waktu setengah jam kami hanya bisa melihat-lihat tampilan di museum dengan cepat. Kami sempat singgah di lantai dua yang berisi pameran "Hearts for Christchurch". Di dalam ruangan ini dipamerkan karya sulaman berwarna-warni sebagai rasa simpati mereka terhadap gempa Christchurch. Little A senang berada di antara pernak-pernik penuh warna ini. Dari jendela di lantai dua ini kami juga bisa melihat tanaman di Botanical Garden.


Canterbury Museum
Fosil kaki elang raksasa yang sudah punah
Diorama kehidupan penduduk Maori

Esok harinya, setelah cek out dari motel Tudor Court, kami kembali mengunjungi Museum ini. Kali ini Big A ingin kembali melihat-lihat koleksi Wearable Art, dan saya juga ingin membeli beberapa kenang-kenangan berupa gantungan kunci, magnet kulkas dan kartu pos di toko museum. Sebenarnya saya ingin membeli barang-barang khas dari wool New Zealand, tapi ampun mahal sekali harganya :p

Christchurch Botanic Gardens
Kebun Raya yang menjadi paru-paru kota ini wajib dikunjungi pejalan yang singgah di Christchurch. Luas total kebun raya ini 21 hektar, tidak cukup waktu sehari untuk berjalan-jalan dan mengamati semua koleksi tanamannya. Kami mengunjungi kebun raya ini dua kali: sore hari setelah museum tutup dan keesokan harinya setelah kami cek out dari motel.

Yang pertama dicari oleh The Precils di Botanical Gardens adalah taman bermainnya. Dasar anak-anak ya, dari semua tempat-tempat indah yang mereka kunjungi, tetap playground yang menjadi pilihan nomor satu. Kami memarkir mobil kami di Armagh St Parking Area, tempat parkir gratis yang buka sampai jam 11 malam. Tempat parkir ini yang paling dekat dengan area playground. Dari tempat parkir, kami menyeberang jembatan kecil melintasi sungai avon.

The Precils cukup gembira bermain di playground, meskipun fasilitasnya sudah cukup tua dan minta diganti. Little A berpura-pura menjadi princess dan merayakan wedding di castle, karena melihat ada bangunan gerbang seperti pintu sebuah puri. Saya menemukan lubang kelinci (rabbit hole) di antara semak-semak dan mengajak Little A untuk keluar masuk dari situ. Dan begitu menemukan panggung dari sisa akar pohon yang ditebang, Little A segera berdansa dan meminta kami untuk bertepuk tangan :D Sementara itu, Big A tidak kalah senang bermain gelantungan di taman. Dua jam cukup membuat The Precils gembira dan Si Ayah juga lumayan puas bisa memotret sesuka hati.

Piknik di tepi sungai Avon

Keesokan harinya, setelah berbelanja oleh-oleh di toko di dalam museum Canterbury, kami menjelajah Kebun Raya dari sudut yang lain. Di samping Museum ini juga ada kios informasi yang dulunya ada di dekat Gereja Katedral. Kami berjalan-jalan melewati air mancur dan mengamati bunga-bunga yang ditanam dengan formasi tertentu. Saya tidak punya pengetahuan cukup tentang jenis-jenis bunga dan pohon, jadi hanya sekadar menikmati indahnya suasana di sini dan membaca papan informasi yang tersedia. Di Kebun Raya ini banyak terdapat pohon-pohon tua yang rindang, membuat suasana nyaman dan sejuk.

Sambil berjalan-jalan, Little A sibuk memotret dengan kamera saku. Big A yang lama-lama bosan berjalan-jalan di antara pohon-pohon, menantang saya untuk lomba lari. Kalau saja dia tidak curang, saya pemenangnya :) Sebenarnya masih banyak yang bisa dilihat di Botanic Gardens ini, antara lain koleksi bunga mawar, koleksi taman New Zealand, koleksi tanaman dari Australia dan juga taman air. Namun karena waktu terbatas, kami tidak bisa melihat semuanya.

Di depan Kebun Raya Christchurch
Little A memotret Si Ayah yang memotretnya :p
Big A menantang The Emak adu lari
Pamer gantungan kunci yang dibeli di Museum
Punting di Sungai Avon
Punting di sungai Avon merupakan salah satu atraksi di Christchurch yang tetap bisa dilakukan pasca gempa. Punting menyusuri sungai ini kurang lebih sama dengan naik gondola di Venice. Stasiun utama punting terletak di Old Boat Shed, bangunan khas berwarna hijau di seberang Botanic Gardens. Di sana kita akan menjumpai perahu-perahu kecil yang ditambatkan oleh mas-mas berseragam khas dengan rompi dan topi bulat. Tiket untuk punting setengah jam di sungai Avon adalah NZ$25 untuk dewasa, NZ$12 untuk anak-anak dan gratis untuk balita. Sayangnya kami tidak sempat mencoba punting ini. Selain uang kami sudah menipis, kami juga harus mengejar pesawat di Christchurch International Airport untuk kembali ke Sydney.


~ The Emak

Popular posts from this blog

Tips Packing ke Australia dan New Zealand

Tas keluarga The Precils. Foto oleh Radityo Widiatmojo. Golden rule of packing: Take half of the clothes you were planning to bring and twice the money. Aturan yang menurut saya bener banget itu saya baca dari artikel di website National Geographic . Barang bawaan seharusnya tidak membuat perjalanan menjadi merepotkan. Bagi kami, tambahan dua precils sudah cukup menyita perhatian, jangan ditambah dengan acara menyeret koper atau menggendong ransel yang berat. Tapi jangan khawatir, keahlian packing ini akan semakin meningkat seiring jumlah perjalanan yang dilakukan. Prinsip saya: bawa sesedikit mungkin. Dari foto di atas terlihat 5 tas yang biasa kami bawa kalau bepergian. Anak-anak punya koper mereka sendiri. Ini membuat mereka belajar mengepak dan bertanggung jawab atas barang-barang mereka. Juga memudahkan kalau mereka mencari barang, selalu ada di koper mereka sendiri. Tas saya adalah ransel coklat kecil yang ringan digendong. Saya memilih ransel kecil karena dua tangan saya harus

Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga

Impian saya jalan-jalan ke Eropa akhirnya terkabul tahun ini. Alhamdulillah. Senang dan semangat banget bikin rencana dan itinerary. Tapi... tentunya harus mau ribet dikit ngurus visa. Schengen itu apa? Wilayah Schengen meliputi 26 negara di Eropa yang telah menghapuskan pemeriksaan paspor di perbatasannya. Kalau kita memiliki visa Schengen, kita bisa bebas keluar masuk 26 negara tersebut tanpa pemeriksaan paspor lagi. Dengan kata lain, ketika kita mengajukan visa (izin berkunjung) ke salah satu negara yang termasuk di wilayah Schengen, kita mendapat bonus visa ke 25 negara lainnya. Jadi sebenarnya rugi besar kalau visa Schengen cuma digunakan untuk berkunjung ke satu negara saja :) Berikut daftar negara-negara di Eropa yang termasuk di wilayah Schengen: 1. Austria 2. Belgia 3. Czech Republic 4. Denmark 5. Estonia 6. Finlandia 7. France (Perancis) 8. Germany (Jerman) 9. Greece (Yunani) 10. Hungaria 11. Iceland 12. Italia 13. Latvia 14. Liechtenstein 15. Lithuania 16. Luxembourg 17. Mal

Ke Legoland Malaysia, Via Changi Atau Senai?

  Tadinya, untuk liburan ke Legoland, kami akan terbang langsung dari bandara Juanda Surabaya ke Senai Airport, Johor Bahru, dengan Air Asia. Apalagi The Emak sudah sukses mendapatkan tiket 0 rupiah setahun sebelumnya *bangga mode on *. Tapi ternyata jadwal keberangkatan kami bertepatan dengan meletusnya Gunung Kelud. Hujan abu vulkanik membuat bandar Juanda ditutup dan semua penerbangan dibatalkan. Saya terpaksa mengatur ulang rencana jalan-jalan ke Legoland. Kali ini kami akan terbang ke Changi Airport, Singapura. Bentar, sebelum lanjut, di mana sih Johor Bahru ini? Coba kita ingat pelajaran geografi, atau... yang lebih gampang sih buka Google Map aja :) Johor Bahru adalah kota paling selatan di semenanjung Malaysia, berbatasan dengan Singapura, hanya dipisahkan oleh selat Johor. Legoland terletak 35 km dari kota (JB Sentral), bisa ditempuh sekitar 30 menit dengan taksi. Turis Indonesia punya dua pilihan: ke Legoland via Senai Airport atau Changi Airport. Dari bandara Senai menuju Le